DUMAI (MDC) – Warga Kota Dumai, terutama ibu rumah tangga mengeluh karena harga cabe merah selama beberapa pekan terakhir melambung tinggi. Berkisar antara Rp80 ribu hingga Rp120 ribu membuat warga terpaksa menguras isi dompet.
“Ini tidak normal. Biasanya harga tinggi hanya beberapa hari saja atau menjelang perayaan hari besar agama. Ini sudah hampir tiga Minggu,” kata Nurhayati, warga Kelurahan Sukajadi saat berbelanja di Pasar Bunda Sri Mersing, Kamis (25/09/2025).
Tingginya harga tidak hanya pada cabe merah asal Sumatera Barat. Juga produk alternatif dari Sumatera Utara yang biasanya memiliki selisih cukup jauh dengan cabe dari Sumatera Barat.
“Biasanya selisih sekitar 20 sampai tiga puluh ribu sehingga kita punya alternatif pilihan. Ini hampir sama sehingga kita tidak punya pilihan,” kata Nurhayati.
Sejumlah pedagang mengakui harga komoditi cabe merah mengalami kenaikan yang cukup tinggi dari sebelumnya yang berkisar antara Rp40 ribu hingga Rp80 ribu.
Kenaikan yang cukup tinggi disebabkan bukan karena produksi di sentra petani di Sumatera Barat dan Sumatera Utara yang menurun. Melainkan karena permintaan yang cukup tinggi. Biasanya cabe dari Sumatera Barat dan Sumatera Utara hanya dipasok ke daerah sekitar seperti Provinsi Riau.
“Kita dapat informasi dari agen, cabe merah dari Sumatera Barat dan Sumatera Utara juga dipasok ke Pulau Jawa dengan harga yang lebih tinggi. Sehingga pasokan ke Riau jadi berkurang dan mahal,” kata Togar, pedagang pasar Bundaran.
Meski cabe merah cukup mahal, bahan pangan lain masih normal. Cabe rawit pada kisaran harga Rp40 ribu/kilo, tomat Rp15 ribu/kilo, bawang merah Rp36 ribu/kilo.
Kepala Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian (DKPP) Kota Dumai, Mukhlis Suzantri mengakui terjadinya fluktuasi harga cabe merah di Kota Dumai.
“Faktor utamanya karena permintaan yang cukup tinggi. Khususnya dari pulau Jawa ke setra produksi yang biasanya memasok ke Dumai. Distribusinya sekarang melebar,” kata Mukhlis.
Berdasarkan informasi yang Ia peroleh, saat ini di pulau Jawa terjadi penurunan produksi cabe. Petani yang biasanya menanam palawija, termasuk cabe merah, kini beralih ke tanaman padi
Meski harga cukup tinggi, harga komoditi alternatif cabai merah masih terjangkau. Misalnya saja kering, cabe rawit dan cabe hijau.
DKPP Dumai, kata Mukhlis, sudah melakukan antisipasi kondisi ini sejak April dengan menggiatkan petani untuk menanam cabe. Namun karena cuaca panas sejak Mei hingga Agustus, hasilnya tidak maksimal.
“Masa panen mereka memang jatuh pada bulan September ini. Tapi hasilnya belum maksimal. Mudah-mudahan pada awal hingga pertengahan Oktober bisa maksimal dan mengendalikan harga di pasaran,” terang Mukhlis.
Tidak maksimalnya produksi cabe di Dumai juga karena sebagian petani mengalihkan tanaman dari Cabe ke Semangka. Karena harga buah lokal ini cukup menjanjikan. (dit)